Jumat, 10 Juni 2016

11 Juni 1983 - Gerhana Matahari Total Melintasi Nusantara - Hari Ini Dalam Sejarah


Gerhana matahari terjadi ketika posisi bulan terletak di antara Bumi dan Matahari, sehingga menutup sebagian atau seluruh cahaya Matahari. Walaupun Bulan lebih kecil, bayangan Bulan mampu melindungi cahaya Matahari sepenuhnya karena Bulan yang berjarak rata-rata jarak 384.400 kilometer dari Bumi lebih dekat dibandingkan Matahari yang mempunyai jarak rata-rata 149.680.000 kilometer.

Di Indonesia sendiri tercatat beberapa kali terjadi gerhana matahari, salah satunya adalah yang terjadi pada tahun 1983. Pada saat itu banyak ilmuan dari berbagai negara mengunjungi Indonesia untuk melakukan pengamatan gerhana matahari total. Salah satu lokasi yang dijadikan tempat observasi adalah di Tanjung Kodok, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur. Selain alamnya yang tampak indah, Tanjung Kedok tepat berada di bawah garis tengah lintasan bayangan gerhana. Waktu kejadiannya pun ketika posisi tertinggi matahari. Menurut para ahli, itu waktu yang sangat menguntungkan karena pandangan menembus lapisan atmosfir bumi yang tertipis. Amerika Serikat mengirim 30 ilmuwan ke Tanjung Kodok. Mereka meneliti debu matahari yang berkisar di bidang eklipsika dan hanya terlihat di saat gerhana berlangsung. India mendatangkan tujuh ilmuwan. Ilmuwan Jerman ikut  memanfaatkan GMT dalam empat rombongan. Empat ilmuwan Inggris memantau di Desa Cepogo, Kabupaten Boyolali. Jawa Tengah. Mereka meneliti komposisi kimiawi dari debu matahari yang beredar di bidang eluator matahari. Di Cepu, Jawa Tengah dan Yogyakarta, tim yang terdiri dari tujuh astronom dan 20 astronom amatir, Himpunan Astronom Prancis (SAF) Prancis melanjutkan penelitian terhadap gerhana matahari. Sepuluh tahun sebelumnya, para astronom Prancis ini meneliti gerhana matahari di atas bennua Afrika. Mereka memotret korona matahari. Sedangkan 21 ilmuwan dari Jepang bekerja di empat lokasi. Selain tiga lokasi di atas, mereka memantau di Watukosek, Mojokerto, Jawa Timur. Tim Jepang meneliti pemotretan korona untuk mengetahui struktur halusnya.  

Kejadian alam GMT 1983 memunculkan kehebohan pemerintah. Pemerintah melarang masyarakat menatap langsung gerhana matahari. Stasiun TVRI waktu itu menayaangkan berulang-ulang menganai bahaya melihat GMT secara langsung. "Hanya satu cara melihat gerhana dengan aman, lihatlah melalui layar TVRI Anda," seru TVRI bernada iklan. Pemerintah membentuk Tim Evaluasi Panitia Gerhana Matahari Total. Setiap berkunjung ke daerah yang terlewati GMT, tim mengkampanyekan larangan menatap langsung GMT. "Jangan sekali-sekali menatap gerhana. Kebutaan oleh gerhana matahari tak bisa disembuhkan," begitu kata dr. Bambang Guntur, ahli penyakit mata Tim Evaluasi Panitia Gerhana Matahari Total. 

Beberapa bulan sebelum fenomena itu terjadi, larangan menatap langsung Gerhana Matahari Total semakin kuat didengungkan. Bila sebelumnya ada petunjuk, masyarakat boleh melihat gerhana, asal tak melihat matahari langsung, kini semua itu dipergawat. Kaca mata gerhana, yang terbuat dari film yang sudah "dicuci", pun dilarang diperjual-belikan.

Sampai-sampai pemerintah menyita lebih dari tiga ribu kaca mata produksi PD Besar Bandung. "Sebanyak 18 ribu produksi yang belum sempat diedarkan, kami musnahkan," kata Sugiat, juru bicara PD Besar kepada Tempo 1983 silam.

Pejabat Gubernur Jawa Tengah Ismail ikut meminta penduduk segera masuk ke rumah, begitu terdengar sirene. Masyarakat diminta menutup jendela, genteng dan segala lubang yang memungkinkan sinar matahari masuk. Bupati Sukoharjo membolehkan seluruh pegawai pemerintah daerah pulang ke rumah dua jam sebelum gerhana. Dia menganjurkan orang tua lebih mementingkan mendekap anak-anaknya di rumah. "Katakan kepada seluruh masyarakat lainnya, mendekap anak di saat gerhana adalah perintah Bupati. Biarlah matahari saja yang buta, jangan kita," ucap Bupati Gatot Amrih.

Kejadian lucu terjadi di Madura dan Surabaya. Pemerintah di sana menyita ajimat yang dijual belikan seharga Rp 1.000. Para pedagang sengaja menjual ajimat itu yang konon bisa melihat GMT dengan mata telanjang, dan dijamin tidak buta. Pendapat ilmuwan. Prof. Dr. Bambang Hidayat, yang waktu itu menjabat Direktur Peneropong Bintang Bosscha justru mengecam kampanye pemerintah. Ia melarang pemerintah seolah menganggap gerhana matahari total sebagai sebuah bencana. Dia menganggap gerhana matahari total justru aman melihat matahari, asal tidak terus-menerus sampai selesai gerhana.
 

0 komentar:

Posting Komentar

Copyright © 2015 Virionz Blog - One Stop Blogging Site | Distributed By Blogger Template | Designed By Blogger Templates
Scroll To Top
Loading...
deny.virions@gmail.com