Gerhana matahari terjadi ketika posisi bulan terletak di antara Bumi dan Matahari,
sehingga menutup sebagian atau seluruh cahaya Matahari. Walaupun Bulan
lebih kecil, bayangan Bulan mampu melindungi cahaya Matahari sepenuhnya
karena Bulan yang berjarak rata-rata jarak 384.400 kilometer dari Bumi
lebih dekat dibandingkan Matahari yang mempunyai jarak rata-rata
149.680.000 kilometer.
Di Indonesia sendiri tercatat beberapa kali terjadi gerhana matahari, salah satunya adalah yang terjadi pada tahun 1983. Pada saat itu banyak ilmuan dari berbagai negara mengunjungi Indonesia untuk melakukan pengamatan gerhana matahari total. Salah satu lokasi yang dijadikan tempat observasi adalah di Tanjung Kodok, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur. Selain alamnya yang
tampak indah, Tanjung Kedok tepat berada di bawah garis tengah lintasan
bayangan gerhana. Waktu kejadiannya pun ketika posisi tertinggi
matahari. Menurut para ahli, itu waktu yang sangat menguntungkan karena
pandangan menembus lapisan atmosfir bumi yang tertipis. Amerika
Serikat mengirim 30 ilmuwan ke Tanjung Kodok. Mereka meneliti debu
matahari yang berkisar di bidang eklipsika dan hanya terlihat di saat
gerhana berlangsung. India mendatangkan tujuh ilmuwan. Ilmuwan Jerman
ikut memanfaatkan GMT dalam empat rombongan. Empat ilmuwan Inggris memantau di Desa Cepogo, Kabupaten Boyolali. Jawa
Tengah. Mereka meneliti komposisi kimiawi dari debu matahari yang
beredar di bidang eluator matahari. Di Cepu, Jawa Tengah dan
Yogyakarta, tim yang terdiri dari tujuh astronom dan 20 astronom amatir,
Himpunan Astronom Prancis (SAF) Prancis melanjutkan penelitian terhadap
gerhana matahari. Sepuluh tahun sebelumnya, para astronom Prancis ini
meneliti gerhana matahari di atas bennua Afrika. Mereka memotret korona
matahari. Sedangkan 21 ilmuwan dari Jepang bekerja di empat
lokasi. Selain tiga lokasi di atas, mereka memantau di Watukosek,
Mojokerto, Jawa Timur. Tim Jepang meneliti pemotretan korona untuk
mengetahui struktur halusnya.
Kejadian alam GMT 1983 memunculkan kehebohan pemerintah. Pemerintah
melarang masyarakat menatap langsung gerhana matahari. Stasiun TVRI
waktu itu menayaangkan berulang-ulang menganai bahaya melihat GMT secara
langsung. "Hanya satu cara melihat gerhana dengan aman, lihatlah
melalui layar TVRI Anda," seru TVRI bernada iklan. Pemerintah membentuk Tim Evaluasi Panitia Gerhana Matahari Total.
Setiap berkunjung ke daerah yang terlewati GMT, tim mengkampanyekan
larangan menatap langsung GMT. "Jangan sekali-sekali menatap gerhana.
Kebutaan oleh gerhana matahari tak bisa disembuhkan," begitu kata dr.
Bambang Guntur, ahli penyakit mata Tim Evaluasi Panitia Gerhana Matahari
Total.
Beberapa bulan sebelum fenomena itu terjadi, larangan menatap
langsung Gerhana Matahari Total semakin kuat didengungkan. Bila
sebelumnya ada petunjuk, masyarakat boleh melihat gerhana, asal tak
melihat matahari langsung, kini semua itu dipergawat. Kaca mata gerhana,
yang terbuat dari film yang sudah "dicuci", pun dilarang
diperjual-belikan.
Sampai-sampai pemerintah menyita lebih dari tiga ribu kaca mata produksi PD Besar Bandung. "Sebanyak 18 ribu produksi yang belum sempat diedarkan, kami musnahkan," kata Sugiat, juru bicara PD Besar kepada Tempo 1983 silam.
Pejabat Gubernur Jawa Tengah Ismail ikut meminta penduduk segera masuk ke rumah, begitu terdengar sirene. Masyarakat diminta menutup jendela, genteng dan segala lubang yang memungkinkan sinar matahari masuk. Bupati Sukoharjo membolehkan seluruh pegawai pemerintah daerah pulang ke rumah dua jam sebelum gerhana. Dia menganjurkan orang tua lebih mementingkan mendekap anak-anaknya di rumah. "Katakan kepada seluruh masyarakat lainnya, mendekap anak di saat gerhana adalah perintah Bupati. Biarlah matahari saja yang buta, jangan kita," ucap Bupati Gatot Amrih.
Sampai-sampai pemerintah menyita lebih dari tiga ribu kaca mata produksi PD Besar Bandung. "Sebanyak 18 ribu produksi yang belum sempat diedarkan, kami musnahkan," kata Sugiat, juru bicara PD Besar kepada Tempo 1983 silam.
Pejabat Gubernur Jawa Tengah Ismail ikut meminta penduduk segera masuk ke rumah, begitu terdengar sirene. Masyarakat diminta menutup jendela, genteng dan segala lubang yang memungkinkan sinar matahari masuk. Bupati Sukoharjo membolehkan seluruh pegawai pemerintah daerah pulang ke rumah dua jam sebelum gerhana. Dia menganjurkan orang tua lebih mementingkan mendekap anak-anaknya di rumah. "Katakan kepada seluruh masyarakat lainnya, mendekap anak di saat gerhana adalah perintah Bupati. Biarlah matahari saja yang buta, jangan kita," ucap Bupati Gatot Amrih.
Kejadian lucu terjadi di Madura dan Surabaya. Pemerintah di sana menyita
ajimat yang dijual belikan seharga Rp 1.000. Para pedagang sengaja
menjual ajimat itu yang konon bisa melihat GMT dengan mata telanjang,
dan dijamin tidak buta. Pendapat ilmuwan. Prof. Dr. Bambang
Hidayat, yang waktu itu menjabat Direktur Peneropong Bintang Bosscha
justru mengecam kampanye pemerintah. Ia melarang pemerintah seolah
menganggap gerhana matahari total sebagai sebuah bencana. Dia menganggap
gerhana matahari total justru aman melihat matahari, asal tidak
terus-menerus sampai selesai gerhana.
0 komentar:
Posting Komentar